Sabtu, 20 Maret 2010

Peran Pendidikan Wanita dalam Kebudayaan Global

Sebuah kalimat inti apabila kita berbicara
tentang apa peran pendidikan wanita dalam keluarga
adalah peningkatan kualitas wanita itu sendiri.


Sebagai pengemban amanah Allah SWT., di dalam diri manusia telah ditanamkan fitrah untuk mengembangkan keturunan agar generasi manusia bisa dipertahankan kelestariannya sebagai khalifah di muka bumi. Dari usaha melanjutkan fungsi kekhalifahan ini, Allah pun telah menggariskan bahwa wanitalah tempat ”persemaian” generasi manusia. Inilah fungsi dan peran utama wanita dalam kehidupan yang tidak bisa digantikan apalagi dilakukan oleh seorang laki-laki.

Dari latar belakang di atas, maka mutlak bahwa wanita harus mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk mengemban amanah suci tersebut, karena tidak akan ada generasi pelanjut kekhalifahan yang baik di muka bumi ini apabila ibunya bukan seorang yang baik. Tidaklah berlebihan bila anak akan menjadi cerminan dari proses pendidikan yang dihasilkan oleh seorang ibu. Baik dan benar pendidikan yang telah diterimanya sejak dini, maka akan baik dan benar pula seorang anak dalam kehidupannya nanti.

Pada tataran ini, maka ada dua kata kunci yang saling bertalian. Pertama adalah tugas wanita dan yang kedua adalah pendidikan. Dengan pendidikan, maka kualitas wanita akan menjadi lebih baik dan dengan kualitas pendidikan wanita yang baik pula, maka wanita akan mampu melaksanakan fitrahnya secara baik.

Arti penting dan strategisnya posisi kaum wanita dalam menjamin keberlangsungan hidup generasi manusia ini, Allah SWT., telah menetapkan beberapa hukum yang khusus untuk wanita. Dapat kita lihat di antaranya mengenai hukum tentang kehamilan, kelahiran, penyusuan, pengasuhan anak dan masa iddah bagi wanita yang ditinggal suami (karena cerai/meninggal). Bahkan Allah SWT telah memberikan keringanan kepada wanita agar dia mampu menjalankan tugasnya dengan baik, seperti: tidak wajib bekerja untuk mencari nafkah bagi dirinya maupun keluarganya, boleh berbuka puasa pada bulan Ramadhan bagi wanita hamil dan menyusui dan lain sebagainya.

Semua hukum-hukum tersebut tentulah untuk melindungi wanita agar tugas utamanya
terlaksana dengan baik (sebagai ibu). Allah SWT telah menempatkan wanita dengan tugasnya sebagai ibu pada posisi yang sangat mulia, mengingat pentingnya peran ibu dalam keberlangsungan generasi manusia. Tanpa kerelaan dan keikhlasan seorang ibu memelihara janin yang dikandungnya selama lebih dari 9 (sembilan) bulan, tidak akan lahir anak manusia ke bumi ini. Demikian pula dengan kerelaan dan kesabarannya ketika menyusui dan mengasuh bayinya, berperan besar terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan anak. Posisi seorang wanita yang ridlo dengan kehamilannya sebanding (dari segi pahala) dengan seorang prajurit yang berperang di jalan Allah dan ia sedang berpuasa. Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah seseorang diantara kamu merasa ridlo jika ia hamil dari hasil dengan suaminya dan suaminya merasa bangga dengan kehamilannya itu; bahwa wanita tersebut mendapat pahala sama dengan seorang prajurit yang puasa ketika berperang di jalan Allah? (HR. Ibnu Atsir).

Peranan Wanita dalam Pendidikan Generasi
Sebelum dididik oleh orang lain, wanita (yang telah menjadi ibu) adalah guru pertama bagi Seorang anak. Sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sejak saat itu, anak telah mampu menangkap rangsangan-rangsangan yang dberikan oleh ibunya. Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang dirasakan ibunya. Bila ibunya sedih dan cemas, ia pun merasakan demikian. Sebaliknya, bila ibunya merasa senang, ia pun turut senang. Dengan demikian, maka seorang ibu memiliki peluang yang besar untuk berperan dalam proses perkembangan seorang anak (minimal 6-9 tahun) atau sejak ibu mengandung janin, menyusui, serta mengasuhnya sampai mampu mandiri, yakni mampu mengurus diri sendiri dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Bahkan pada masa awal kehidupan anak ini, peran ibu sangat menentukan kondisi perkembangannya. Dengan demikian, peran ibu sangat besar pengaruhnya dalam proses pendidikan anak, terutama di masa awal perkembangannya. Dan inilah yang menjadi dasar pada proses pendidikan selanjutnya.

Seperti yang kita ketahui, seorang anak bagaikan tabula rasa atau selembar kertas putih bersih tanpa ada coretan (tulisan) maupun warna. Orang tuanya lah yang berperan menentukan coretan-coretan dan warna apa yang akan diberikan pertama kali. Dan ini merupakan warna dasar yang akan menentukan warna apa yang akan diterima/dipilih pada proses pewarnaan selanjutnya. Kalau pewarnaan dasar telah menghasilkan warna yang khas, maka warna dasar inilah yang akan menyeleksi warna apa yang akan diterimanya dan diserap kemudian. Sebaliknya jika warna dasar tidak khas dan tidak jelas, maka tidak akan ada proses seleksi untuk menerima warna berikutnya. Bisa jadi warna apapun akan diterima sehingga menjadi warna yang berantakan (tidak khas) dan hasilnya juga akan tidak jelas. Demikianlah permisalan gambaran tentang proses pendidikan pada seorang anak dalam rangka membentuk kepribadiannya. Sebab anak memang dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

"Tidak ada seorang anakpun yang baru lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Musyrik" (HR Muslim).


Adapun peranan wanita dalam pendidikan secara lebih lanjut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.Peran dalam Peningkatan Kualitas Bathiniah dan Jasmaniah
Seorang ibu bisa memulai proses pendidikan pada anaknya sejak janin (masih dalam kandungan). Minimal yang harus dilakukan seorang ibu terhadap janin dalam
kandungannya adalah memilihkan makanan yang bergizi, halal dan baik untuk membesarkan janin. Senantiasa berdoa ketika merasakan setiap gejala yang diakibatkan keberadaan janin dalam kandungan. Tidak mengeluh terhadap rasa sakit yang dialaminya di saat hamil, tetapi sepenuhnya berserah diri kepada Allah dan senantiasa mengharapkan pertolongan Allah agar tetap bisa menunaikan segala kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Berupaya menenangkan perasaan/emosionalnya sehingga suasana hatinya tetap tenang dan ikhlas menjalani masa kehamilannya. Sebab kondisi psikologis seorang ibu - menurut pendapat para ahli akan berpengaruh pada perkembangan janin yang dikandungnya.

Demikian pula setelah anak lahir, ibu berperan besar untuk menciptakan kondisi
lingkungan tempat anak dibesarkan. Suara apa yang pertama didengarnya ketika
pertama kali ia bisa mendengar. Pemandangan seperti apa yang dilihatnya ketika
ia pertama kali melihat. Kata-kata apa yang diucapkannya ketika ia pertama kali
berbicara. Dan lingkungan pertama yang masuk ke dalam sebuah ”pita rekaman kaset kosong” seorang anak adalah rumahnya. Apa-apa yang ada di dalam rumahnya itulah yang pertama direkamnya, terutama yang paling dekat kepadanya adalah ibu. Oleh karena itu ibulah sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Pengasahan otak semenjak kecil akan lebih bagus, ketimbang jika sudah besar. Bagai sebuah pisau, semakin lama waktu mengasahnya, maka akan semakin tajam. Dalam nasyid juga disebutkan, “Belajar diwaktu kecil, bagai mengukir di atas batu”. Tapi seorang ibu juga harus bijaksana dalam hal ini untuk memilih sumber belajar yang baik untuk putra dan putrinya.
Pendidikan inilah yang sering mendapat perhatian dan jadi topik pembicaraan para ibu yang baru mempunyai anak. Rangsangan-rangsangan ibu berupa olah-raga balita, sangat membantu anak dalam perkembangan tubuhnya. Percepatan proses semenjak si anak tengkurap, merangkak, jalan dan lari, tidak bisa dibiarkan sendiri. Namun bantuan ibu untuk melakuan gerakan-gerakan itu sangatlah dibutuhkan anak. Karena pada hakikatnya, insting yang dimiliki anak belum mampu menjangkau apa yang harus ia lakukan agar bisa berbuat seperti orang dewasa.
Bagaimana seorang ibu mampu menanamkan akidah sedini mungkin, sehingga anak meyakini bahwa kita hidup tidak semau kita. Tapi di sana ada pengatur, pengawas tujuan hidup, akhir dari kehidupan. Kemudian meyakini bahwa apa yang terjadi pada kita, pasti akan kembali pada sang khalik. Ketika ia besar, ia tidak lagi ragu dan bingung mencari jati diri. Siapakah aku? untuk apa aku hidup? siapakah yang harus aku ikuti dan dijadikan idola? Dan seterusnya.
Pembiasaan akhlak yang baik tentulah sudah harus dibiasakan sejak dini. Sebab kebiasaan yang baik, kalau tidak dibiasakan dalam waktu yang lama, sangat sulit untuk menjadi akhlak. Justru ketika kebiasaan baik tidak ada dalam diri kita, dengan sendirinya kebiasaan buruk akan menghiasinya tanpa harus dibiasakan. Pendidikan ini adalah sangat penting, karena penentuan karakter dari anak itu sendiri bisa melalui bacaan-bacaan tentang pengetahuan budi pekerti, etika agama, dll. Seorang ibu harus kreatif dan inovatif dalam mendidik anak agar menghasilkan anak yang berkarakter baik.
Berat sekali memang peran ibu dalam pendidikan keluarga jika diteropong dengan sistem pendidikan yang benar. Namun kenyataannya, sering kali dirasakan penghargaan kepada ibu tidak sebanding dengan apa yang telah dilakukan. "Itu sudah kewajiban ibu", itu yang sering terdengar. Artinya, itu sebagai pembenar bahwa dalam proses memang ibulah yang harus berkewajiban melakukannya.

2.Peningkatan Kualitas Kasih dan Kualitas Sayang
Seorang ibu harus mampu mendidik anak-anaknya dengan landasan rasa cinta dan kasih sayang yang benar, sehingga anak-anaknya pun akan mempunyai rasa cinta
dan kasih sayang yang benar pula terhadap orang tua, keluarganya, sesama umat manusia. Rasa cinta dan kasih sayang yang benar adalah yang mendahulukan rasa cinta kepada Penciptanya di atas segalanya.
Jika semenjak dalam kandungan seorang anak dibiasakan mencintai orang lain, maka ketika lahir, ia pun akan berusaha untuk mencintai orang lain. Apabila sfat- sifat sabar, tawadlu, itsar, tabah, pemurah, suka menolong orang lain dan sebagainya dibiasakan, maka besar kemungkinannnya ketika anak sudah paham dan mengerti, akhlak- akhlak tadi akan menghiasi kehidupannya.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad menganjurkan kepada para pemuda yang sudah waktunya nikah, untuk memilih calon istrinya seorang wanita yang beragama dan berakhlak baik. Sebab dari wanita inilah, akan terlahir generasi yang beragama dan berakhlak baik juga. Ibu seperti inilah yang akan mengajarkan tuntunan agama yang telah terbiasa dan terimplementasi dalam dirinya. Di antara tuntunan tersebut adalah akhlak yang mulia. Sedangkan wanita yang cantik, pintar, atau kaya tidak menjamin akan melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia.

3.Peran dalam Penanaman Kemandirian Sikap
Seorang ibu memiliki kesempatan dan potensi yang lebih besar untuk berperan
secara langsung dalam proses pemberian warna dasar pada anak , yakni peletak
dasar/landasan pembentukan kepribadiannya. Sebab ibulah yang paling dekat
dengan anak sejak awal pertumbuhannya, sesuai dengan tugas pokoknya. Sedangkan ayah kemungkinan besar lebih banyak di luar rumah karena menjalankan tugasnya mencari nafkah keluarga. Sekalipun demikian, ayah tetap dituntut peran dan tanggung jawabnya dalam proses pembentukan kepribadian anak. Sebab tugas mendidik anak adalah tanggung jawab kedua orang tuanya, bukan hanya ibu.

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa peran wanita sangat besar artinya dalam
pembentukan generasi di masa datang, mengingat besarnya peluang dan kesempatan wanita (seorang ibu) berperan mengawali proses pendidikan anak-anaknya sejak dini. Potensi dan kemampuan para wanita muslimah sangat berpengaruh besar membentuk warna dan corak generasi umat Islam di masa datang.

Wanita yang lemah, bodoh dan berperilaku buruk akan menghasilkan generasi yang
warnanya tidak jauh berbeda dengan dirinya. Sebab di masa awal, anak
mendapatkan teladan yang buruk untuk membentuk eksistensi dan kepribadian
dirinya. Anak akan menyerap informasi dan perilaku apapun yang ada didekatnya
tanpa bisa memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk. Sebaliknya kalau
wanitanya pintar, cerdas, kreatif, berperilaku baik serta berkarakter yang baik, maka warna dasar di masa datang akan baik. Bahkan kalau perannya berjalan optimal, wanita seperti ini akan mampu membentuk generasi yang tangguh, yang tidak terombang-ambing oleh ombak kehidupan. Mereka akan tetap mampu bertahan dan berdiri dengan tegar serta kokoh prinsip hidupnya, apapun kondisi yang menghadangnya.

Peran Wanita dalam Mendampingi Suami Sebagai Pemimpin Rumah Tangga
Pepatah lama mengatakan bahwa “Di belakang suami shaleh, ada istri yang shalehah”. Laki-laki dalam menjalankan tugasnya baik di dalam atau di luar rumah sering mendapat kendala ujian dan cobaan. Kegoncangan jiwanya kadang-kadang tidak mampumenngendalikannya sendiri. Nah, saat-saat seperti inilah peran dan batuan istri sangat dibutuhkan. Istri yang baik atau shalehah selalu memberi dorongan untuk terus maju memberi siraman ruhiyyah agar tetap semangat dalam menapaki duri-duri jalanan, memberi bensin untuk tetap berjalan di atas rel yang benar. Ketika suami sedang panas tidak selayaknya istri mengompori, tapi berusaha untuk meredam dan mendinginkan agar suami sadar dan sabar.
Banyak sekali suami terjerumus ke lembah hina disebabkan istrinya tidak bisa membimbing ke arah yang baik. Juga tidak sedikit suami dulunya kurang baik setelah beristri justru ia makin membaik. Oleh sebab itu, peran wanita dalam mendukung suami menjadi suami yang baik sangat besar artinya.

Peran Pendidikan Wanita dari Era Global sebagai Syarat Mutlak
Dengan demikian agar peran wanita dalam pendidikan generasi di masa datang bisa optimal untuk menghasilkan generasi penerus kekhalifatulahan, maka proses pembinaan para wanita tidak boleh dicukupkan ala kadarnya apalagi diabaikan. Para wanita harus dibina dengan pendidikan yang baik dan mendalam, sehingga dia mampu mengarahkan dan bahkan mendidik anak-anaknya menjadi generasi-generasi yang diharapkan mampu berperan sebagai kalifatullah di muka bumi.
Bagaimana mungkin seorang ibu mampu mendidik anak-anaknya menjadi generasi berkualitas kalau dia sendiri tidak berkualitas? Apalagi kalau dorongan ruhiyahnya tidak ada. Dorongan ruhiyah sebagai kekuatan pokok yang menggerakkan seorang ibu untuk berperan optimal. Bagaimana mungkin seorang ibu mampu mendidik anaknya menjauhkan diri dari sikap materialistis dan hedonis bila dia masih lebih mengutamakan kemapanan materi daripada berbuat sesuatu yang lebih mulia di hadapan Allah penciptanya. Ia masih lebih mencintai urusan dunianya daripada melakukankewajibannya kepada Allah. Mustahil ibu seperti ini akan mampu mencetak generasi harapan umat untuk meraih kebangkitan dan kejayaan bangsa dan agamanya .

Dengan berfikir secara jernih dan mendalam, mari kita berbenah diri, membekali diri kita dengan memperkaya ilmu pengetahuan dan membentuk karakter yang baik agar kita menjadi ibu-ibu yang mampu mengubah corak generasi kita, sebagai peletak dasar warna dan corak generasi manusia di masa datang.

PUSTAKA

1.A.A.A. Ngr. Tini Rusmini Gorda, Peran Ibu Dalam Pendidikan Keluarga. 2008
2.Abdul Badi' Shaqr. Wanita-wanita Pilihan. Pustaka Manthiq. 1990.
3.Jabir Asysyaal. Al Qur'an bercerita Soal Wanita. GIP. 1989.
4.Khalid Muh. Khalid. Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat
Rasulullah. CV Diponegoro. Bandung. 1981.
5.Nashir bin Sulaiman Al-'Umr. Kedudukan Ilmu dan Ilmuwan dalam Islam.
Pustaka Al Kautsar. 1994.
6.Shahih Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar